Sugeng Rawuh...

Minggu, 16 September 2012

Sariqah


Sariqah ( pencurian ) didefinisikan sebagai perbuatan mengambil harta orang lain secara diam-diam dengan maksud untuk memiliki serta tidak adanya paksaan. Pencurian dalam Syari’at Islam ada dua macam yaitu sebagai berikut:
1.      Pencurian yang hukumanya had
Pencurian yang hukumanya had terbagi pada dua bagian, yaitu:
a.    Pencurian ringan (as sirqatush shughra)
Pencurian ringan adalah mengambil harta milik orang lain dengan cara diam-diam, yaitu dengan jalan sembunyi-sembunyi.
b.    Pencurian berat (as sirqatul kubra)
Pencurian berat adalah mengambil harta milik orang lain dengan cara kekerasan.
2.      Pencurian yang hukumannya ta’zir juga dibagi kepada dua bagian sebagai berikut.
a.    Semua jenis pencurian yang dikenai hukuman had, tetapi syarat-syaratnya tidak terpenuhi, atau ada syubhat. Contohnya seperti pengambilan harta milik anak oleh ayahnya.
b.    Pengambilan harta milik orang lain dengan sepengetahuan pemilik tanpa kerelaannya dan tanpa kekerasan. Contohnya seperti menjambret kalung dari leher seorang wanita, lalu penjambret itu melarikan diri dan pemilik barang tersebut melihatnya sambil berteriak meminta bantuan.[1]
Al-Qur’an menyatakan, orang yang mencuri dikenakan hukuman potong tangan. Hukuman potong tangan sebagai sanksi bagi delik pencurian didesarkan pada firman Allah dalam surat al-Maidah : 38 yang berarti : “Laki-laki dan perempuan yang mencuri potonglah tangan keduanya sebagai pembalasan terhadap apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah swt. Dan Allah maha perkasa lagi maha bijaksana.”[2]
            Hadis nabi mengajarkan bahwa batas pemotongan tangan adalah pada pergelangan
tangan dan pada tangan kanan. Syarat hukuman potong tangan atas adalah:
a.       Pencurinya telah baligh, berakal sehat dan ikhtiyar. Dengan demikian anak-anak dibawah umur yang melakukan pencurian tidak memenuhi syarat hukuman potong tangan tetapi walinya dapat dituntut untuk mengganti harga harta yang dicuri anak dibawah perwaliannya sedangkan si anak dapat diberi pelajaran seperlunya. Orang gila yang mencuri juga tidak dapat dijatuhi hukuman potong tangan demikian juga orang dewasa sehat akal yang melakukan pencurian atas dasar desakan ataupun daya paksa tidak dapat dijatuhi hukuman hadd potong tangan khalifaah ummar pernah tidak menjatuhkan hukuman potong tangan terhadap pencuri yang melakukan pencurian pada musim penceklik karena dirasakan adanya unsur keterpaksaan.
b.      Pencuri benar-benar mengambil harta orang yang tidak ada syubhat milik bagi orang
tersebut. Dengan demikian, jika seorang anggota suatu perseroan dagang mencuri
harta milik perseorannya, ia tidak dijatuhi hukuman hadd potong tangan karena ia adalah orang yang ikut memiliki harta perseroan yang dicurinya. Demikian juga, pegawai negeri yang melakukan korupsi terhadap harta negara sebab harta negara sebab sebagai warga negara ia dipandang ikut memiliki harta yang dicurinya, tetapi tidak berarti si koruptor bebas dari ancaman pidana sama sekali. Ancaman yang dapat dijatuhkan adalah pidana ta’zir.
c.       Pencuri mengambil harta dari tempat simpanan yang semestinya, sesuai dengan harta
yang dicuri. Dengan demikian, orang yang mencuri buah pohon yang tidak dipagar tidak memenuhi syarat hukuman potong tangan. Orang yang mencuri sepeda dihalaman rumah pada malam hari juga tidak dapat dijatuhi hukuman hadd potong tangan. Orang yang mencuri cincin emas yang terletak diatas meja makan juga tidak dapat dihukum had potong tangan. Namun, pencuri sapi dikandang diluar rumah memenuhi syarat dijatuhi hukuman hadd potong tangan sebab sapi tidak pernah dikandangkan didalam rumah. Pencuri yang tidak memenuhi syarat hukuman hadd dijatuhi hukuman ta’zir.
d.      Harta yang dicuri memenuhi nisab. Nisab harta curian yang dapat mengakibatkan
hukuman hadd potong tangan ialah seperempaat dinar (seharga emas 1,62 gram). Dengan demikian, pencurian harta yang tidak mencapai nisab hanya dapat dijatuhi hukuman ta’zir. Nisab harta curian itu dapat dipikirkan kembali, disessuaikan dengan keadaan ekonomi suatu waktu dan tempat sesuai keadaan ekonomi pada masa nabi. Harta seharga seperempat dinar itu sudah cukup besar meskipun dapat pula dipahamkan bahwa kecenderungan untuk menetapkan nisab harta curian dalam jumlah amat kecil itu dimaksudkan untuk menghilangkan kejahatan pencurian yang amat merugikan ketenteraman masyarakat, jangan sampai hak milik seseorang tidak dilindungi keselamatannya.
e.       Pencurian tidak terjadi karena desakan daya paksa, seperti wabah kelaparan yang orang mencuri untuk menyelamatkan jiwanya. Khalifah Umar bin Khaththab pernah tidak melaksanakan hukuman hadd potong tangan terhadap pencuri unta pada saat terjadi wabah kelaparan (paceklik). Pencuri yang demikian itu akan dijatuhi hukuman hanya dapat berupa hukuman ta’zir atau dapat dibebaskan sama sekali, bergantung pada pertimbangan hakim. Dapat ditambahkan bahwa keadaan memaksa ini dapat terjadi juga dalam masyarakat yang keadaan sosialnya belum terlaksana dengan baik.[3]
UNSUR-UNSUR PENCURIAN
1.      Pengambilan secara diam-diam
Pengambilan secara diam-diam terjadi apabila pemilik (korban) tidak mengetahui terjadinya pengambilan barang tersebut dan ia tidak merelakannya. Untuk terjadinya pengambilan yang sempurna diperlukan tiga syarat, yaitu:
a)    Pencuri mengeluarkan barang yang dicuri dari tempat penyimpananya.
b)    Barang yang dicuri dikeluarkan dari kekuasaan pemilik.
c)    Barang yang dicuri dimasukkan dalam kekuasaan pencuri
2.      Barang yang diambil berupa harta
Salah satu unsur penting untuk dikenakannya hukuman potong tangan adalah bahwa barang yang dicuri itu harus banyak yang bernilai mal (harta). Apabila barang yang dicuri itu bukan mal, seperti hamba sahaya, atau anak kecilyang belum tamyiz maka pencuri tidak dikenakan hukuman had. Dalam kaitan dengan barang yang dicuri, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi untuk bisa dikenakan hukuman potong tangan. Syarat-syarat tersebut adalah sebagai berikut:
a)    Barang yang dicuri harus berupa mal mutaqowwim.
b)    Barang tersebut harus barang yang bergerak.
c)    Barang tersebut adalah barang yang tersimpan.
d)   Barang tersebut mencapai nishob pencurian
3.      Harta tersebut milik orang lain
Untuk terwujudnya tindak pidana pencurian yang pelakunya dapat dikenai hukuman had, disyaratkan barang yang dicuri itu milik orang lain. Apabila barang yang diambila dari orang lain itu hak milik pencuri yang dititipkan kepadanya maka perbuatan tersebut tidak dianggap sebagai pencurian, walaupun pengambilan tersebut dilakukan secara diam-diam.
4.      Adanya niat yang melawan hukum
Unsur ini terpenuhi apabila pelaku pencurian mengambil suatu barang padahal ia tahu bahwa barang tersebut bukan miliknya, dan karenanyaharam untuk diambil. Dengan demikian, apabila ia mengabil barang tersebut dengan keyakinan bahwa barang tersebut adalah barang yang mubah maka ia tidak dikenai hukuman, karena dalam hal ini tidak ada maksud melawan hukum. Disamping itu untuk terpenuhinya unsur ini disyaratkan pengambilan tersebut dilakukan dengan maksud untuk memiliki barang yang dicuri. Apabila tidak ada maksud untuk memiliki maka dengan sendirinya tidak ada maksud melawan hukum, oleh karena itu ia tidak dianggap sebagai pencuri.

     [1] http://www.google.com/JARIMAH PENCURIAN _ ngobrolislami.
     [2] Drs. Makhrus Munajat, M.Hum,Hukum Pidana Islam di Indonesia,(Yogyakarta: TERAS: 2009), hlm 145.
     [3] http://www.google.com/Ikhtisar-Fikih-Jinayat-Mengenai-Jarimah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar