Ada 2 syarat wajib zakat, yaitu yang pertama
menyangkut orang dan yang kedua berkenaan dengan harta. Syarat yang berkenaan
dengan orang yang wajib zakat, para ulama bersepakat bahwa mengeluarkan zakat
itu wajib atas setiap muslim yang sudah baligh –dan berakal dan tidak wajib
atas non muslim– karena zakat adalah salah satu rukun Islam. Dalam hadits Ibnu
Abbas diterangkan bahwa Rasulullah saw. ketika mengutus Mu’adz bin Jabal ke
Yaman berpesan kepadanya, “Sesungguhnya
kamu akan menemui kaum Ahli Kitab, maka ajaklah mereka untuk bersaksi bahwa
tiada Tuhan kecuali Allah dan sesungguhnya aku utusan Allah. Jika mereka sudah
menerima hal ini, maka ajarkan kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan atas
mereka shalat lima waktu sehari semalam. Jika mereka menerimanya, maka ajarkan
kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan atas mereka zakat hartanya, diambil
dari yang lebih kaya dan dibagikan kepada yang fakir di antara mereka. Jika
mereka menerima hal ini, maka hati-hati dengan harta mereka yang bagus. Dan
waspadailah doanya orang yang teraniaya, karena sesungguhnya tidak ada sekat
antara dia dengan Allah.” (riwayat al-jamaah)
Artinya
zakat adalah kewajiban yang tidak diwajibkan kepada seseorang sebelum masuk
Islam. Meskipun zakat itu adalah kewajiban sosial yang dirasakan manfaatnya
oleh seluruh masyarakat, tetapi saja zakat merupkan ibadah dalam Islam. Dan
makna ibadah inilah yang lebih dominann sehingga tidak diwajibkan atas non
muslim.
Sedangkan berkaitan dengan harta, al-Quran
tidak memberikan ketegasan tentang jenis harta yang wajib dizakati, dan
syarat-syarat apa yang mesti dipenuhi, dan berapa besar yang harus dizakatkan.
Persoalan tersebut diserahkan kepada Sunnah Nabi. Memang terdapat beberapa
jenis harta yang disebutkan al-Quran seperti: emas dan perak (9:34); tanaman dan
buah-buahan (6:141); penghasilan dari usaha yang baik (2:267); dan barang
tambang (2:267). Namun demikian, lebih daripada itu al-Quran hanya
merumuskannya dengan rumusan yanga umum yaitu "harta" ("Pungutlah
olehmu zakat dari harta mereka,....." QS 9:103).
Harta hanya bisa disebut harta apabila
memenuhi dua syarat yaitu : dipunyai dan bisa diambil
manfaatnya.
Inilah definisi yang paling benar menurut Yusuf Al-Qaradhawy dari beragam
definisi yang dijumpai.
Para ulama telah bersepakat bahwa zakat
diwajibkan pula pada harta orang kaya muslim yang dalam kondisi gila. Walinya
yang mengeluarkan zakat itu. Hal ini berdasar kepada ayat Al-Qur’an dan hadits
Nabi yang memerintahkan zakat mencakup seluruh orang kaya, tanpa mengecualikan
anak-anak dan orang gila. Hadits Rasulullah saw., “Dagangkanlah harta anak yatim sehingga hartanya tidak dimakan zakat.”
(Hadits ini diriwayatkan dari banyak jalur, yang saling menguatkan). Mayoritas
para sahabat berpendapat demikian, di antaranya Umar dan anaknya (Abdullah ibnu
Umar), Ali, Aisyah, dan Jabir r.a.
Zakat adalah haqqul
mal, seperti kata Abu Bakar r.a. dalam penegasannya saat memerangi orang
murtad yang tidak mau membayar zakat. Dan haqqul mal diambil
dari anak kecil dan orang gila. Karena zakat berkaitan dengan harta, bukan
dengan personalnya. Pendapat ini dipegang oleh madzhab Syafi’i, Maliki, dan
Hanbali.
Sedangkan yang menyangkut harta, harta yang
wajib dikeluarkan zakatnya adalah harta yang telah memenuhi beberapa syarat,
yaitu:
1. Kepemilikan penuh. Istilah "milik
penuh" maksudnya adalah bahwa harta itu harus berada di bawah kontrol dan
di dalam kekuasaannya. Dengan kata lain, harta itu harus berada di tangannya,
tidak tersangkut di dalamnya hak orang lain, dapat ia pergunakan dan faedahnya
dapat dinikmatinya. Karena Allah swt. mewajibkan zakat ketika harta itu sudah
dinisbatkan kepada pemiliknya. Perhatikan firman Allah swt. ini, “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka,
dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka” (At-Taubah: 103)
Karena itulah zakat tidak diambil dari harta
yang tidak ada pemiliknya secara definitif. Seperti al-fa’i (harta yang
diperoleh tanpa perang), ghanimah, aset negara, kepemilikan umum, dan waqaf
khairi. Sedang waqaf pada orang tertentu, maka tetap kena wajib zakat menurut
pendapat yang rajih (kuat).
Tidak wajib zakat pada harta haram, yaitu harta yang diperoleh
manusia dengan cara haram, seperti ghasab (ambil alih semena-mena), mencuri,
pemalsuan, suap, riba, ihtikar (menimbun untuk memainkan harga), menipu.
Cara-cara ini tidak membuat seseorang menjadi pemilik harta. Ia wajib
mengembalikan kepada pemiliknya yang sah. Jika tidak ditemukan pemiliknya, maka
ia wajib bersedekah dengan keseluruhannya.
Sedangkan hutang, yang masih ada harapan
kembali, maka pemilik harta harus mengeluarkan zakatnya setiap tahun. Namun
jika tidak ada harapan kembali, maka pemilik hanya berkewajiban zakat pada saat
hutang itu dikembalikan dan hanya zakat untuk satu tahun (inilah madzhab
Al-Hasan Al-Bashriy dan Umar bin Abdul Aziz) atau dari tahun-tahun sebelumnya
(madzhab Ali dan Ibnu Abbas).
2. Berkembang. Artinya,
harta yang wajib dikeluarkan zakatnya harus harta yang berkembang aktif, atau
siap berkembang, yaitu harta yang lazimnya memberi keuntungan kepada pemilik.
Rasulullah saw. Bersabda, “Seorang muslim
tidak wajib mengeluarkan zakat dari kuda dan budaknya.” (Muslim). Dari
hadits ini beberapa ulama berpendapat bahwa rumah tempat tinggal dan
perabotannya serta kendaraan tidak wajib dikeluarkan zakatnya. Karena harta itu
disiapkan untuk kepentingan konsumsi pribadi, bukan untuk dikembangkan. Dari
ini pula rumah yang disewakan dikenakan zakat karena dikategorikan sebagai
harta berkembang, jika telah memenuhi syarta-syarat lainnya.
3. Mencapai nishab,
yaitu batas minimal yang jika harta sudah melebihi batas itu, wajib
mengeluarkan zakat; jika kurang dari itu, tidak wajib zakat. Jika seseorang
memiliki kurang dari lima ekor unta atau kurang dari empat puluh ekor kambing,
atau kurang dari dua ratus dirham perak, maka ia tidak wajib zakat. Syarat mencapai
nishab adalah syarat yang disepakati oleh jumhur ulama. Hikmahnya adalah orang
yang memiliki kurang dari nishab tidak termasuk orang kaya, sedang zakat hanya
diwajibkan atas orang kaya untuk menyenangkan orang miskin. Hadits Nabi, “Tidak wajib zakat, kecuali dari orang kaya.”
(Bukhari dan Ahmad)
4. Nishab itu sudah lebih
dari kebutuhan dasar pemiliknya sehingga ia terbukti kaya. Kebutuhan
minimal itu ialah kebutuhan yang jika tidak terpenuhi ia akan mati. Seperti
makan, minum, pakaian, tempat tinggal, alat kerja, alat perang, dan bayar
hutang. Jika ia memiliki harta dan dibutuhkan untuk keperluan ini, maka ia
tidak zakat. Seperti yang disebutkan dalam firman Allah swt., “Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka
nafkahkan. Katakanlah: ‘Yang lebih dari keperluan.” (Al-Baqarah: 219). Al-afwu adalah
yang lebih dari kebutuhan keluarga, seperti yang dikatakan oleh kebanyakan ahli
tafsir. Demikian juga yang Rasulullah saw. katakan, “Tidak wajib zakat, kecuali dari orang kaya.” (Bukhari dan Ahmad).
Kebutuhan dasar itu mencakup kebutuhan pribadi dan yang menjadi tanggung
jawabnya seperti isteri, anak, orang tua, kerabat yang dibiayai.
5. Pemilik lebih dari
nishab itu tidak berhutang yang menggugurkan atau mengurangi nishabnya.
Karena membayar hutang lebih didahulukan waktunya daripada hak orang miskin,
juga karena kepemilikan orang berhutang itu lemah dan kurang. Orang yang
berhutang adalah orang yang diperbolehkan menerima zakat, termasuk dalam
kelompok gharimin, dan zakat hanya wajib atas orang kaya.
Hutang dapat
menggugurkan atau mengurangi kewajiban zakat berlaku pada harta yang zhahir,
seperti hewan ternak dan tanaman pangan, juga pada harta yang tak terlihat
seperti uang.
Syarat hutang yang menggugurkan atau mengurangi
zakat itu adalah:
a. hutang yang menghabiskan atau mengurangi nishab dan tidak ada
yang dapat dugunakan membayarnya kecuali harta nishab itu.
b. hutang yang tidak bisa ditunda lagi, sebab jika hutang yang
masih bisa ditunda tidak menghalangi kewajiban zakat.
c. Syarat terakhir, hutang itu merupakan hutang adamiy (antar
manusia), sebab hutang dengan Allah seperti nadzar, kifarat tidak menghalangi
kewajiban zakat.
6. Telah melewati masa satu
tahun. Harta yang sudah mencapai satu nishab pada pemiliknya itu telah
melewati masa satu tahun qamariyah penuh. Syarat ini disepakati untuk harta
seperti hewan ternak, uang, perdagangan. Sedangkan pertanian, buah-buahan,
madu, tambang, dan penemuan purbakala, tidak berlaku syarat satu tahun ini.
Harta ini wajib dikeluarkan zakatnya begitu mendapatkannya. Dalil waktu satu
tahun untuk ternak, uang, dan perdagangan adalah amal khulafaur rasyidin yang
empat, dan penerimaan para sahabat, juga hadits Ibnu Umar dari Nabi saw.,
“Tidak wajib zakat pada harta sehingga ia telah melewati masa satu tahun.”
(Ad-Daru Quthni dan Al-Baihaqi)
Zakat diwajibkan
pada harta-harta berikut:
1.
Ternak, yaitu unta, sapi, dan kambing.
2.
Tanaman (hasil pertanian) dan buah-buahan.
3.
Nuqud/mata uang (emas dan perak).
4.
Keuntungan dari perdagangan.
Zakat Hewan (Ternak)
Hewan adalah salah satu
jenis harta yang wajib dikeluarkan zakatnya. Hewan yang dikeluarkan zakatnya
adalah unta, sapi, kerbau, dan kambing.
Syarat zakat hewan ternak adalah:
·
Mencapai jumlah satu nishab, yaitu 5 unta, 30
sapi, dan 40 kambing.
·
Sudah melewati satu tahun, dan zakat hanya
dikeluarkan setahun sekali.
·
Digembalakan di ladang yang boleh untuk
menggembala. Sedangkan hewan yang dikandangkan (diberi makan di kandang dan
tidak digembalakan), maka tidak wajib zakat kecuali menurut madzhab Maliki.
·
Tidak menjadi alat kerja, membajak, menyiram,
atau membawa barang. Sebab jika dipekerjakan, statusnya lebih mirip menjadi
alat kerja daripada kekayaan.
1. Zakat Unta
Nishab unta adalah 5, maka barangsiapa memiliki 4 ekor unta, ia
belum wajib zakat. Zakat wajibnya seperti dalam table berikut ini:
Jumlah
|
Zakat wajibnya
|
5 – 1 9
|
Seekor kambing/domba
|
10 – 14
|
Dua ekor kambing/domba
|
15 – 19
|
Tiga ekor kambing/domba
|
20 – 24
|
Empat ekor kambing/domba
|
25 – 35
|
1 bintu makhadh/anak unta yang induknya sedang hamil (usia
> 1 tahun)
|
36 – 45
|
1 bintu labun/anak unta yang induknya sedang menyusui
(usia > 2 tahun)
|
46 – 60
|
1 unta hiqqah (unta betina yang berumut > 3 tahun)
|
61 – 75
|
1 unta jadza’ah ( unta betina berumur > 4 tahun)
|
76 – 90
|
2 ekor unta bintu labun
|
91 – 120
|
2 ekor unta hiqqah
|
Lebih dari 120, maka setiap 50 ekor zakatnya satu hiqqah, dan
setiap 40 ekor zakatnya satu bintu labun.
Jika disimak ketentuan zakat unta yang kurang dari 25 ekor
menggunakan kambing, ini berbeda dengan kaidah bahwa zakat itu diambilkan dari
harta yang dizakati. Penggunaan kambing untuk zakat unta ini adalah salah satu
bentuk keringanan dalam Islam terhadap pemiliki unta yang masih sedikit.
2. Zakat Sapi
Zakat sapi hukumnya
wajib berdasarkan As-Sunnah dan Ijma’. Hadits Abu Dzarr dari Rasulullah saw.
bersabda, “Tidak ada seorangpun yang
memiliki onta, sapi, atau kambing tetapi tidak membayar haknya, kecuali di hari
kiamat akan datang lebih besar dan gemuk dari yang ada sebelumnya, kemudian
menginjak-injak dengan kaki-kakinya, dan menyeruduk dengan tanduknya. Ketika
sampai ke belakang bersambung dengan yang terdepan, sehingga diputuskan di
tengah-tengah manusia.” (Bukhari)
Sedangkan ijma’, seperti yang disebutkan penulis
Al-Mughniy, dan menegaskan bahwa tidak ada seorangpun ulama yang menolak zakat
sapi sepanjang masa (lihat Al-Mughniy Juz: II).
Nishab sapi yang dipilih
oleh empat madzhab adalah 30 ekor sapi. Kurang dari itu, tidak wajib zakat.
Tiga puluh ekor sapi itu zakatnya seekor tabi’ (sudah berusia 1 tahun, dan
masuk ke tahun kedua, disebut tabi’ -artinya ikut– karena ia masih mengikuti
induknya), dan jika sudah mencapai jumlah 40 ekor, zakatnya seekor sapi
musinnah (berusia 2 tahun dan masuk ke tahun ketiga, disebut musinnah -artinya
bergigi karena sudah mulai tampak giginya). Dan jika sudah berjumlah 60 ekor,
zakatnya 2 ekor anak sapi. Dan jika sudah berjumlah 70 ekor sapi, zakatnya satu
ekor tabi’ dan satu ekor musinnah. Jika sudah berjumlah 80 ekor, zakatnya 2
ekor musinnah. Jika sudah mencapai 90 ekor, zakatnya 1 musinnah dan 2 ekor
tabi’. Jika berjumlah 100 ekor sapi, zakatnya 2 musinnah dan 1 ekor tabi’.
Dalil masalah ini adalah
hadits Masruq dari Mu’adz bin Jabal. Muadz berkata, “Rasulullah saw. mengutusku ke Yaman, dan menyuruhku untuk mengambil
setiap 30 ekor sapi, seekor tabi’ jantan atau betina, dan setiap 40 ekor
zakatnya satu ekor musinnah.”
Namun, Said bin Al
Musayyib dan Ibnu Syihab Az Zuhriy berpendapat bahwa nishab sapi adalah sama
dengan nishab onta, yaitu 5 ekor. Imam At-Thabari berpendapat bahwa nishab onta
adalah 50 ekor.
4. Zakat Kambing
Hukumnya wajib
berdasarkan As-Sunnah dan Ijma’. Abu Bakar r.a. memberikan catatan kepada Anas
r.a. tentang nishab hewan ternak, seperti yang telah disebutkan di depan.
Al-Majmu’ (Imam An-Nawawi) dan Al-Mughni (Ibnu Qudamah) menyebutkan telah
terjadi ijma’ tentang wajib zakat kambing. Besar zakat kambing seperti yang
ditulis Abu Bakar r.a. dapat dilihat dalam table berikut ini:
Mulai
|
Sampai
|
Besar
zakat wajibnya
|
1
|
39
|
Tidak
wajib zakat
|
40
|
120
|
Seekor
kambing
|
121
|
200
|
Dua ekor
kambing
|
201
|
299
|
Tiga
ekor kambing
|
300
|
399
|
Empat
ekor kambing
|
400
|
499
|
Lima
ekor kambing
|
Berikutnya
setiap seratus ekor kambing zakatnya satu ekor kambing
|
Perlu dicatat di sini,
bahwa syariah Islam meringankan zakat kambing. Semakin banyak, zakatnya 1%,
padahal persentase zakat yang lazim 2,5%. Hikmah yang tampak adalah, bahwa
kambing itu banyak yang kecil karena dalam setahun ia beranak lebih dari
sekali, dan setiap kali beranak lebih dari satu ekor, terutama domba.
Kambing-kambing kecil ini dihitung, tetapi tidak bisa digunakan untuk membayar
zakat. Dari itulah keringanan ini tidak menjadi kecemburuan pemilik onta dan
sapi atas pemilik kambing. Sedangkan bilangan 40 pertama, wajib mengeluarkan
zakatnya seekor kambing, karena di antara syaratnya -menurut yang rajah (kuat)–
4 ekor kambing itu telah dewasa. Dan inilah pendapat madzhab Abu Hanifah dan
Asy-Syafi’i dalam membahas zakat seluruh hewan ternak.
Zakat hewan lain
1. Para ulama bersepakat bahwa kuda untuk transportasi dan jihad
fi sabilillah tidak diwajjibkan zakat. Sedangkan yang diperdagangkan, wajib
dikeluarkan zakat dagangan. Demikian juga kuda yang dikurung, tidak wajib zakat
karena yang wajib dizakati adalah hewan yang digembalakan.
2. Sedangkan untuk kuda gembalaan yang dilakukan seorang muslim
untuk memperoleh anaknya –kudanya tidak hanya jantan–, Abu Hanifah berpendapat
tentang wajibnya zakat kuda ini, yaitu satu dinar setiap ekornya untuk kuda
Arab, atau senilai 2,5% dari perkiraan harga kuda untuk kuda non Arab.
3. Jika kemudian berkembang jenis-jenis hewan baru yang menjadi
peliharaan untuk pengembangan dan memperoleh hasilnya, seperti keledai, apakah
ada kewajiban zakatnya? Para ulama modern seperti Muhammad Abu Zahrah, Abdul
Wahab Khallaf, dan Yusuf Qardhawi mengatakan wajib zakat. Karena qiyas masalah
zakat dapat dianalisis alasan hukumnya. Umar r.a. mewajibkan zakat kuda karena
alasan yang logis, dan diikuti oleh Abu Hanifah. Nishab yang digunakan adalah
senilai 20 mitsqal emas, dengan wajib zakatnya 2,5%. Yusuf Qardhawi berpendapat
bahwa nishab hewan itu adalah dua kali lipat nishab uang, minimal berjumlah 5
ekor, dan senilai 5 ekor onta atau 40 kambing.
Syarat Zakat Hewan Ternak
1. Bebas dari aneka cacat, tidak sakit, tidak patah tulang, dan
tidak pula pikun. Kecuali jika seluruh ternak mengalami cacat tertentu, maka diperbolehkan
mengeluarkan zakatnya dari yang cacat ini.
2. Betina, bagi yang mensyaratkan. Dalam kasus ini tidak boleh
mengambil zakat jantan, kecuali jika lebih dewasa. Menurut madzhab Hanafi
diperbolehkan zakatnya dengan uang senilai hewan yang harus dikeluarkan.
3. Umur hewan. Ada beberapa hadits yang membatasi umur hewan zakat
ternak. Maka harus terikat dengan ketentuan ini. Jika tidak ada yang memenuhi
standar umur itu, maka diperbolehkan mengeluarkan yang lebih besar atau yang
lebih kecil, dan mengambil selisih harganya menurut madhab Syafi’i. Sedang
menurut Abu Hanifah dibayar dengan uang senilai hewan yang wajib dikeluarkan.
4. Sedang. Pemungut zakat tidak boleh mengambil yang paling bagus
atau yang paling buruk, akan tetapi mengambil kualitas sedang, dengan
memperhatikan posisi pemiliki dan fakir miskin sebagai mustahiq.
Ternak dimiliki oleh beberapa pemilik
Jika ada dua orang yang menggabungkan ternaknya,
maka penggabungan ini tidak mempengaruhi nishab maupun zakat menurut Abu
Hanifah, masing-masing berkewajiban mengeluarkan zakatnya sendiri-sendiri
ketika sudah mencapai nishabnya. Tetapi menurut madzhab Syafi’i, penggabungan
hewan ternak dapat mempengaruhi nishab dan zakat, sepertinya ia menjadi milik
satu orang dengan syarat:
1. Kandang penginapannya menyatu
2. Tempat peristirahatanya satu
3. Tempat penggemabalaannya menyatu
4. Penggabungan itu sudah berlangsung satu tahun
5. Yang digabung itu sudah mencapai satu nishab
6. Masing-masing penggabung adalah orang secara pribadi
berkewajiban zakat
seperti dua orang yang bergabung satu orang memiliki dua puluh
ekor kambing, dan yang kedua memiliki empat puluh ekor kambing.
·
menurut Abu Hanifah, yang pertama tidak wajib
zakat karena belum mencapai satu nishab dan yang kedua wajib zakat, satu ekor
kambing
·
menurut madzhab Syafi’i, kedua orang itu hanya
wajib memabyar satu ekor kambing.
Dari sini terlihat bahwa madzhab Hanfi lebih
dekat dengan prinsip keadilan dan kemaslahatan orang fakir, akantetapi madzhab
Syafi’i dengan keputusannya itu lebih dekat kepada sistem korporasi modern,
terutama korporasi partisipasif, nishabnya lebih simple dan lebih mudah.
Zakat Madu dan Produk Hewani
1. Zakat madu hukumnya wajiib menurut madzhab Hanbali dan Hanafi.
Sebagaimana disebutkan dalam beberapa hadits dari Rasulullah saw. dan para
sahabatnya, yang saling menguatkan, di antara yang kuat adalah riwayat Abu Daud
dan An-Nasa’i: Hilal (seorang dari Bani Qai’an) mendatangi Rasulullah saw.
dengan membawa sepersepuluh madu lebahnya. Rasulullah memintanya untuk menjaga
lembah yang bernama lembah Salbah, lalu ia menjaga lembah itu. Ketika Umar r.a.
menjadi khalifah, Sufyan bin Wahb menulis surat kepada Umar bin Khaththab
menanyakan hal ini. Lalu Umar menjawab, “Jika
ia masih membayar sepersepuluh yang pernah diberikan di masa Rasulullah, maka
silahkan ia menjaga lembah Salbah, dan jika tidak, maka sesungguhnya mereka itu
lebah hujan yang dimakan oleh siapa saja.”
2. Persentase zakatnya adalah sepersepuluh setelah dikurangi biaya
produksi jika ada.
3. Menurut Abu Hanifah, tidak ada nishab zakat madu, tetapi
diambil zakatnya dari berapapun jumlahnya sedikit ataupun banyak. Menurut Abu
Yusuf, nishabnya ketika sudah senilai lima wisq, yaitu nishab terkecil
barang-barang yang dapat ditimbang.
4. Hasil-hasil hewani seperti susu, sutera, telur, dan daging yang
menjadi kakayaan besar di zaman sekarang ini. Apakah wajib zakat?
·
Jika zakat sudah diambil dari fisik hewannya
seperti sapi sebagai pengahsil susu, maka ketika itu tidak wajib zakat susu.
·
Jika belum diambil zakat fisik hewannya, seperti
ayam dan sejenisnya, maka ketika itu diambil zakat dari hasilnya, dikiaskan
dengan madu yang merupakan hasil lebah, atau diqiaskan dengan tanah yang
dikeluarkan hasilnya bukan tanahnya.
·
Nishab zakat ini senilai lima wisq, yang
merupakan nishab terendah dari hasil tanaman yang ditimbang, yaitu 653 kg.
Persentasenya sepersepuluh jika diqiaskan dengan tanah yang disiram dengan air
hujan, dan seperduapuluh jika disiram dengan alat, di mana muzakki mengeluarkan
dana untuk biaya produksinya.
·
Dan sangat mungkin ditentukan persentase
zakatnya 2,5% jika dipertimbangkan bahwa produk hewani sama dengan harta
perdagangan, diabayarkan dari modal dan hasil.
ZAKAT TANAMAN dan
BUAH-BUAHAN
Zakat tanaman dan buah-buahan diwajibkan
berdasarkan al-Quran dan as-Sunnah. Dalil al-Quran adalah firman Allah swt:
“Dan tunaikanlah haknya (zakatnya) pada hari memetik hasilnya (panen)”.
(QS. Al-An’am [6]: 141)
Jenis tanaman dan
buah-buahan yang wajib dizakati diantaranya adalah gandum (al-qamhu), jewawut (as-sya’ir),
kurma (at-tamru), dan kismis (az-zabib).
Dari Musa bin
Thalhah berkata:
“Rasulullah saw telah
memerintahkan Mu’adz bin Jabal pada saat dia dutus ke Yaman, (yaitu) agar dia
mengambil zakat dari jewawut, gandum, kurma, dan anggur (kismis)”
Sedangkan, berkaitan
dengan nishab zakat tanaman dan buah-buahan maka telah ditentukan bahwa nishab
terendah yang wajib dikeluarkan zakatnya adalah 5 wasaq. Hal ini berdasarkan riwayat dari Abi Sa’id al-Khudriy yang
berkata bahwa Rasulullah saw bersabda:
“Tidak ada zakat dalam jumlah yang kurang dari lima wasaq”. (HR.
Bukhari dan Muslim)
Satu wasaq
sama dengan 60 sha’, satu sha’ sama
dengan 2,175 kg, dan satu wasaq sama dengan 130,56 kg jewawut. Oleh karena itu,
ukuran lima wasaq untuk biji-bijian (nishab zakat tanaman dan buah-buahan) sama
dengan 652 kg. Hal ini berbeda dengan timbangan untuk gandum, kurma, dan
kismis, karena ketiga jenis tanaman ini timbangannya tidak sama, tetapi
menggunakan ukuran yang satu. Nishab yang dipakai untuk mengukur zakat adalah
dengan takaran (kaiyl), bukan dengan timbangan (wazan), seperti yang ditetapkan
dalam berbagai hadits.
Dengan demikian,
apabila hasil bumi yang berupa jewawut, gandum, kurma, dan kismis telah
mencapai lima wasaq, maka diwajibkan mengeluarkan zakatnya sepersepuluh apabila
disirami dengan air hujan, sungai, atau mata air (mendapatkan air dengan
sendirinya tanpa disiram). Dan wajib dikeluarkan zakatnya seperduapuluh jika
disirami dengan tenaga manusia, seperti dengan alat penyiram atau irigasi.
Dari Ibnu Umar dari Rasulullah saw bahwa beliau
bersabda:
“Apa-apa yang disirami oleh hujan dan mata air maka zakatnya
sepersepuluh, dan yang disirami dengan tenaga manusia maka zakatnya
seperduapuluh”. (HR. Bukhari)
ZAKAT NUQUD (Emas dan Perak)