Sugeng Rawuh...

Selasa, 06 November 2012

Putusan


1.      Pengertian Putusan
Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H., Putusan hakim adalah: suatu pernyataan yang oleh hakim sebagai pejabat yang diberi wewenang itu, diucapkan dipersidangan dan bertujuan mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para pihak.[1] Ridwan Syahrani, S.H. memberi batasan putusan pengadilan adalah pernyataan hakim yang diucapkan pada sidang pengadilan yang terbuka untuk umum untuk menyelesaikan dan mengakhiri perkara perdata.[2] Rubini, S.H. dan Chaidir Ali, S.H., merumuskan bahwa keputusan hakim itu merupakan suatu akte penutup dari suatu proses perkara dan putusan hakim itu disebut vonnis yang menurut kesimpulan-kesimpulan terakhir mengenai hukum dari hakim serta memuat akibat-akibatnya.[3]
. Bab I pasal 1 angka 5 Rancangan Undang-undang Hukum Acara Perdata menyebutkan putusan pengadilan adalah : suatu putusan oleh hakim, sebagai pejabat negara yang diberi wewenang menjalankan kekuasaan kehakiman, yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan kemudian diucapkan di persidangan serta bertujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu gugatan.
Putusan adalah pernyataan hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapkan oleh hakim dalam sidang terbuka untuk umum sebagai hasil dari pemeriksaan perkara gugatan (kontentius).[4]
2.      Beda Putusan dengan Penetapan dan Akta Perdamaian
Putusan adalah pernyataan hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapkan oleh hakim dalam sidang terbuka untuk umum sebagai hasil dari pemeriksaan perkara gugatan (kontentius). Penetapan adalah pernyataan hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapkan oleh hakim dalam sidang terbuka untuk umum sebagai hasil dari pemeriksaan perkara permohonan (voluntair). Sedangkan akta perdamaian adalah akta yang dibuat oleh hakim yang berisi hasil musyawarah antara para pihak dalam sengketa untuk mengakhiri sengketa dan berlaku sebagai putusan.[5]
Dalam sidang perkara perdata, sebelum dilaksanakannya pemeriksaan pokok gugatan oleh majelis hakim, pertama-tama hakim wajib mendamaikan para pihak yang berperkara. Menurut pasal 130 HIR (Herziene Indonesisch Reglement), jika pada hari sidang yang telah ditentukan kedua belah pihak hadir, pengadilan negeri dengan pertolongan ketua mencoba mendamaikan mereka. Jika perdamaian tercapai maka perdamaian itu dibuat dalam sebuah akta (surat), dimana kedua belah pihak dihukum untuk menaati perjanjian yang dibuat. Akta tersebut berkekuatan hukum sama seperti putusan pengadilan biasa.[6]
3.      Macam-Macam Putusan Hakim
Dari segi fungsinya dalam mengakhiri perkara putusan hakim adalah sebagai berikut :
1)      Putusan Akhir adalah putusan yang mengakhiri pemeriksaan di persidangan, baik telah melalui semua tahapan pemeriksaan maupun yang tidak/belum menempuh semua tahapan pemeriksaan.
2)      Putusan Sela adalah putusan yang dijatuhkan masih dalam proses pemeriksaan perkara dengan tujuan untuk memperlancar jalannya pemeriksaan.[7]
a)      Putusan Preparatoir adalah putusan persiapan mengenai jalannya pemeriksaan guna melancarkan proses persidangan hingga tercapai putusan akhir.
b)      Putusan Interlocutoir adalah putusan yang isinya memerintahkan pembuktian, isi putusan ini mempengaruhi putusan akhir.
c)      Putusan Incidentieel adalah   putusan yang berhubungan dengan insiden, yaitu peristiwa yang menghentikan prosedur peradilan biasa. Putusan ini belum berhubungan dengan pokok perkara, masih bersifat formil belum menyangkut materil suatu perkara.
d)     Putusan Provisionieel adalah putusan yang menjawab tuntutan provisi, yaitu permintaan pihak yang berperkara supaya diadakan tindakan pendahuluan untuk kepentingan salah satu pihak sebelum putusan akhir dijatuhkan.
e)      Putusan yang berkaitan dengan Kompetensi.[8]
Kemudian jika dilihat dari segi hadir tidaknya para pihak pada saat putusan dijatuhkan, putusan dibagi sebagai berikut :
1)      Putusan gugur adalah putusan yang menyatakan bahwa gugatan/permohonan gugur karena penggugat/pemohon tidak pernah hadir, meskipun telah dipanggil sedangkan tergugat hadir dan mohon putusan.
2)      Putusan Verstek adalah putusan yang dijatuhkan karena tergugat/termohon tidak pernah hadir meskipun telah dipanggil secara resmi, sedang penggugat hadir dan mohon putusan.
3)      Putusan kontradiktoir adalah putusan akhir yang pada saat dijatuhkan/diucapkan dalam sidang tidak dihadiri salah satu atau para pihak.
Jika dilihat dari isinya terhadap gugatan/perkara, putusan hakim dibagi sebagai berikut:
1)      Putusan tidak menerima yaitu putusan yang menyatakan bahwa hakim tidak menerima gugatan penggugat/permohonan pemohon atau dengan kata lain gugatan penggugat/pemohonan pemohon tidak diterima karena gugatan/permohonan tidak memenuhi syarat hukum baik secara formail maupun materiil.
2)      Putusan menolak gugatan penggugat yaitu putusan akhir yang dijatuhkan setelah menempuh semua tahap pemeriksaan dimana ternyata dalil-dalil gugat tidak terbukti.
3)      Putusan mengabulkan gugatan penggugat untuk sebagian dan menolak/tidak menerima selebihnya. Putusan ini merupakan putusan akhir.
4)      Putusan mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya. Putusan ini dijatuhkan apabila syarat-syarat gugat telah terpenuhi dan seluruh dalil-dalil tergugat yang mendukung petitum ternyata terbukti.
Sedangkan jika dilihat dari segi sifatnya terhadap akibat hukum yang ditimbulkan, maka putusan dibagi sebagai berikut :[9]
1)      Putusan Declaratoir adalah putusan yang menyatakan suatu keadaan sebagai suatu keadaan yang sah menurut hukum. Putusan ini bersifat hanya menerangkan, menegaskan suatu keadaan hukum semata-mata.
2)      Putusan Constitutief adalah putusan yang menciptakan suatu keadaan hukum baru. Keadaan hukum baru tersebut dapat berupa meniadakan suatu keadaan hukum atau menimbulkan suatu keadaan hukum yang baru.
3)      Putusan Condemnatoir adalah putusan yang bersifat menghukum para pihak yang dikalahkan untuk memenuhi prestasi.

1)      Putusan Perdamaian
2)      Putusan Serta Merta (uvb); [10]
4.      Konstruksi ( Sistematika ) Putusan
Suatu putusan hakim terdiri dari 4 bagian, yaitu:
1)      Kepala Putusan
Kepala putusan memberi kekuatan eksekutorial pada putusan. Apabila kepala putusan tidak dibubuhkan pada suatu putusan pengadilan, maka hakim tidak dapat melaksanakan putusan tersebut ( ps. 224 HIR, 258 Rbg ).
2)      Identitas Para Pihak
Sebagaimana suatu perkara atau gugatan itu mempunyai sekurang-kurangnya 2 pihak, maka di dalam putusan harus dimuat identitas dari para pihak: nama, umur, alamat, dan nama dari pengacara kalau ada.
3)      Pertimbangan
Pertimbangan atau disebut juga considerans merupakan dasar putusan. Pertimbangan dalam putusan perdata dibagi 2, yaitu pertimbangan tentang duduknya perkara atau peristiwanya dan pertimbangan tentang hukumnya.
4)      Amar
Yang merupakan jawaban terhadap petitum daripada gugatan adalah amar atau dictum. Ini berarti dictum merupakan tanggapan terhadap petitum. Hakim wajib mengadili semua bagian tuntutan dan dilarang menjatuhkan putusan atas perkara yang tidak dituntut atau mengabulkan lebih daripada yang dituntut ( ps. 178 ayat 2 dan 3 HIR, 189 ayat 2 dan 3 Rbg ).[11]
5.      Kekuatan Putusan
Putusan mempunyai 3 macam kekuatan:
1)        Kekuatan Mengikat
Putusan hakim mempunyai kekuatan mengikat kedua belah pihak ( ps. 1917 BW ). Terikatnya para pihak kepada putusan menimbulkan beberapa teori yang hendak mencoba member dasar tentang kekuatan mengikat daripada putusan.
a.      Teori Hukum Materiil
Kekuatan mengikat daripada putusan yang lazimnya disebut “gezag van gewijsde” mempunyai sifat hukum materiil oleh karena mengadakan perubahan terhadap wewenang dan kewajiban keperdataan: menetapkan, menghapuskan atau mengubah.
b.   Teori Hukum Acara
Putusan bukanlah sumber hukum materiil, melainkan sumber daripada wewenang prosesuil.
c.     Teori Hukum Pembuktian
Putusan merupakan bukti tentang apa yang ditetapkan di dalamnya, sehingga mempunyai kekuatan mengikat oleh karena menurut teori ini pembuktian lawan terhadap isi suatu putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang pasti tidak diperkenankan.
d.    Terikatnya Para Pihak pada Putusan
Arti positif: Apa yang telah diputus di antara para pihak berlaku sebagai positif benar. Arti negatif: Hakim tidak boleh memutus perkara yang pernah diputus sebelumnya antara para pihak yang sama serta mengenai pokok perkara yang sama.
e.     Kekuatan Hukum yang Pasti
Suatu putusan memperoleh kekuatan hukum yang pasti atau tetap ( kracht van gewijsde ) apabila tidak ada lagi upaya hukum biasa tersedia. Termasuk upaya hukum biasa ialah perlawanan, banding dan kasasi.
2)        Kekuatan Pembuktian
Dituangkan putusan dalam bentuk tertulis, yang merupakan akta otentik, tidak lain bertujuan untuk dapat digunakan sebagai alat bukti bagi para pihak, yang mungkin diperlukannya untuk mengajukan banding, kasasi atau pelaksanaannya.
3)   Kekuatan Eksekutorial
Suatu putusan dimaksudkan untuk mengelesaikan suatu persoalan atau sengketa dan menetapkan hak atau hukumnya. Ini tidak berarti semata-mata hanya menetapkan hak atau hukumnya saja, melainkan juga realisasi atau pelaksanaannya secara paksa.[12]


     [1] Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia,Liberty,Jogyakarta,1993,Hal. 174.
     [2] Ridwan Syahrani, S.H.,Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Umum,Pustaka Kartini,Jakarta,1988, hal. 83.
     [3] Rubini, S.H. dan Chaidir Ali, S.H. Pengantar Hukum Acara Perdata,Alumni, Bandung,1974, hal. 105.
     [4] Ahmadi Andianto, PUTUSAN HAKIM DAN EKSEKUSI
     [5] ibid
     [7]  Ahmadi Andianto, PUTUSAN HAKIM DAN EKSEKUSI
     [8] www.google.com/putusan
     [9]  Ahmadi Andianto, PUTUSAN HAKIM DAN EKSEKUSI
     [10] www.google.com/putusan
     [11] Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H,Hukum Acara Perdata Indonesia, hal 220-224
     [12]  Ibid, hal 213-219

Tidak ada komentar:

Posting Komentar