1.
Pengertian Putusan
Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo,
S.H., Putusan hakim adalah: suatu pernyataan yang oleh hakim sebagai pejabat
yang diberi wewenang itu, diucapkan dipersidangan dan bertujuan mengakhiri atau
menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para pihak.[1]
Ridwan Syahrani, S.H. memberi batasan putusan pengadilan adalah pernyataan
hakim yang diucapkan pada sidang pengadilan yang terbuka untuk umum untuk
menyelesaikan dan mengakhiri perkara perdata.[2]
Rubini, S.H. dan Chaidir Ali, S.H., merumuskan bahwa keputusan hakim itu
merupakan suatu akte penutup dari suatu proses perkara dan putusan hakim itu
disebut vonnis yang menurut kesimpulan-kesimpulan terakhir mengenai hukum dari
hakim serta memuat akibat-akibatnya.[3]
. Bab I pasal 1 angka 5 Rancangan
Undang-undang Hukum Acara Perdata menyebutkan putusan pengadilan adalah : suatu
putusan oleh hakim, sebagai pejabat negara yang diberi wewenang menjalankan
kekuasaan kehakiman, yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan kemudian diucapkan
di persidangan serta bertujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu
gugatan.
Putusan adalah
pernyataan hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapkan oleh hakim
dalam sidang terbuka untuk umum sebagai hasil dari pemeriksaan perkara gugatan
(kontentius).[4]
2.
Beda Putusan dengan Penetapan dan Akta Perdamaian
Putusan adalah
pernyataan hakim yang dituangkan dalam bentuk tertulis dan diucapkan oleh hakim
dalam sidang terbuka untuk umum sebagai hasil dari pemeriksaan perkara gugatan
(kontentius). Penetapan adalah pernyataan hakim yang dituangkan dalam bentuk
tertulis dan diucapkan oleh hakim dalam sidang terbuka untuk umum sebagai hasil
dari pemeriksaan perkara permohonan (voluntair). Sedangkan akta perdamaian
adalah akta yang dibuat oleh hakim yang berisi hasil musyawarah antara para
pihak dalam sengketa untuk mengakhiri sengketa dan berlaku sebagai putusan.[5]
Dalam sidang perkara perdata,
sebelum dilaksanakannya pemeriksaan pokok gugatan oleh majelis hakim,
pertama-tama hakim wajib mendamaikan para pihak yang
berperkara. Menurut pasal 130 HIR (Herziene Indonesisch
Reglement), jika pada hari sidang yang telah ditentukan kedua belah pihak
hadir, pengadilan negeri dengan pertolongan ketua mencoba mendamaikan mereka.
Jika perdamaian tercapai maka perdamaian itu dibuat dalam sebuah akta (surat),
dimana kedua belah pihak dihukum untuk menaati perjanjian yang dibuat. Akta
tersebut berkekuatan hukum sama seperti putusan pengadilan biasa.[6]
3.
Macam-Macam Putusan Hakim
Dari segi fungsinya
dalam mengakhiri perkara putusan hakim adalah sebagai berikut :
1)
Putusan Akhir adalah putusan yang mengakhiri
pemeriksaan di persidangan, baik telah melalui semua tahapan pemeriksaan maupun
yang tidak/belum menempuh semua tahapan pemeriksaan.
2)
Putusan Sela adalah putusan yang dijatuhkan masih
dalam proses pemeriksaan perkara dengan tujuan untuk memperlancar jalannya
pemeriksaan.[7]
a)
Putusan Preparatoir adalah putusan persiapan mengenai jalannya
pemeriksaan guna melancarkan proses persidangan hingga tercapai putusan akhir.
b)
Putusan Interlocutoir adalah putusan yang isinya memerintahkan
pembuktian, isi putusan ini mempengaruhi putusan akhir.
c)
Putusan Incidentieel adalah
putusan yang berhubungan dengan insiden, yaitu peristiwa yang
menghentikan prosedur peradilan biasa. Putusan ini belum berhubungan dengan
pokok perkara, masih bersifat formil belum menyangkut materil suatu perkara.
d)
Putusan Provisionieel adalah putusan yang menjawab tuntutan
provisi, yaitu permintaan pihak yang berperkara supaya diadakan tindakan
pendahuluan untuk kepentingan salah satu pihak sebelum putusan akhir
dijatuhkan.
Kemudian
jika dilihat dari segi hadir tidaknya para pihak pada saat putusan dijatuhkan,
putusan dibagi sebagai berikut :
1)
Putusan
gugur adalah
putusan yang menyatakan bahwa gugatan/permohonan gugur karena penggugat/pemohon
tidak pernah hadir, meskipun telah dipanggil sedangkan tergugat hadir dan mohon
putusan.
2)
Putusan Verstek adalah putusan yang dijatuhkan karena
tergugat/termohon tidak pernah hadir meskipun telah dipanggil secara resmi,
sedang penggugat hadir dan mohon putusan.
3)
Putusan kontradiktoir adalah putusan akhir yang pada saat
dijatuhkan/diucapkan dalam sidang tidak dihadiri salah satu atau para pihak.
Jika dilihat dari isinya terhadap gugatan/perkara,
putusan hakim dibagi sebagai berikut:
1)
Putusan
tidak menerima yaitu putusan yang menyatakan bahwa hakim tidak menerima gugatan
penggugat/permohonan pemohon atau dengan kata lain gugatan penggugat/pemohonan
pemohon tidak diterima karena gugatan/permohonan tidak memenuhi syarat hukum
baik secara formail maupun materiil.
2)
Putusan
menolak gugatan penggugat yaitu putusan akhir yang dijatuhkan setelah menempuh
semua tahap pemeriksaan dimana ternyata dalil-dalil gugat tidak terbukti.
3)
Putusan mengabulkan
gugatan penggugat untuk sebagian dan menolak/tidak menerima selebihnya. Putusan ini merupakan putusan akhir.
4)
Putusan mengabulkan
gugatan penggugat seluruhnya.
Putusan ini dijatuhkan apabila syarat-syarat gugat telah terpenuhi dan seluruh
dalil-dalil tergugat yang mendukung petitum ternyata terbukti.
Sedangkan jika dilihat
dari segi sifatnya terhadap akibat hukum yang ditimbulkan, maka putusan dibagi
sebagai berikut :[9]
1)
Putusan Declaratoir adalah putusan yang
menyatakan suatu keadaan sebagai suatu keadaan yang sah menurut hukum. Putusan
ini bersifat hanya menerangkan, menegaskan suatu keadaan hukum semata-mata.
2)
Putusan Constitutief adalah putusan yang
menciptakan suatu keadaan hukum baru. Keadaan hukum baru tersebut dapat berupa
meniadakan suatu keadaan hukum atau menimbulkan suatu keadaan hukum yang baru.
3)
Putusan Condemnatoir adalah putusan yang
bersifat menghukum para pihak yang dikalahkan untuk memenuhi prestasi.
1) Putusan Perdamaian
4. Konstruksi ( Sistematika ) Putusan
Suatu putusan hakim terdiri
dari 4 bagian, yaitu:
1) Kepala Putusan
Kepala putusan
memberi kekuatan eksekutorial pada putusan. Apabila kepala putusan tidak
dibubuhkan pada suatu putusan pengadilan, maka hakim tidak dapat melaksanakan
putusan tersebut ( ps. 224 HIR, 258 Rbg ).
2) Identitas Para Pihak
Sebagaimana
suatu perkara atau gugatan itu mempunyai sekurang-kurangnya 2 pihak, maka di
dalam putusan harus dimuat identitas dari para pihak: nama, umur, alamat, dan
nama dari pengacara kalau ada.
3) Pertimbangan
Pertimbangan
atau disebut juga considerans merupakan dasar putusan. Pertimbangan dalam
putusan perdata dibagi 2, yaitu pertimbangan tentang duduknya perkara atau
peristiwanya dan pertimbangan tentang hukumnya.
4) Amar
Yang merupakan
jawaban terhadap petitum daripada gugatan adalah amar atau dictum. Ini berarti
dictum merupakan tanggapan terhadap petitum. Hakim wajib mengadili semua bagian
tuntutan dan dilarang menjatuhkan putusan atas perkara yang tidak dituntut atau
mengabulkan lebih daripada yang dituntut ( ps. 178 ayat 2 dan 3 HIR, 189 ayat 2
dan 3 Rbg ).[11]
5. Kekuatan Putusan
Putusan mempunyai 3
macam kekuatan:
1)
Kekuatan Mengikat
Putusan hakim
mempunyai kekuatan mengikat kedua belah pihak ( ps. 1917 BW ). Terikatnya para
pihak kepada putusan menimbulkan beberapa teori yang hendak mencoba member
dasar tentang kekuatan mengikat daripada putusan.
a. Teori Hukum Materiil
Kekuatan
mengikat daripada putusan yang lazimnya disebut “gezag van gewijsde” mempunyai
sifat hukum materiil oleh karena mengadakan perubahan terhadap wewenang dan
kewajiban keperdataan: menetapkan, menghapuskan atau mengubah.
b. Teori Hukum Acara
Putusan bukanlah
sumber hukum materiil, melainkan sumber daripada wewenang prosesuil.
c. Teori Hukum Pembuktian
Putusan
merupakan bukti tentang apa yang ditetapkan di dalamnya, sehingga mempunyai
kekuatan mengikat oleh karena menurut teori ini pembuktian lawan terhadap isi
suatu putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang pasti tidak
diperkenankan.
d. Terikatnya Para Pihak pada Putusan
Arti positif:
Apa yang telah diputus di antara para pihak berlaku sebagai positif benar. Arti
negatif: Hakim tidak boleh memutus perkara yang pernah diputus sebelumnya
antara para pihak yang sama serta mengenai pokok perkara yang sama.
e. Kekuatan Hukum yang Pasti
Suatu putusan
memperoleh kekuatan hukum yang pasti atau tetap ( kracht van gewijsde ) apabila
tidak ada lagi upaya hukum biasa tersedia. Termasuk upaya hukum biasa ialah
perlawanan, banding dan kasasi.
2)
Kekuatan Pembuktian
Dituangkan
putusan dalam bentuk tertulis, yang merupakan akta otentik, tidak lain bertujuan
untuk dapat digunakan sebagai alat bukti bagi para pihak, yang mungkin
diperlukannya untuk mengajukan banding, kasasi atau pelaksanaannya.
3) Kekuatan Eksekutorial
Suatu putusan
dimaksudkan untuk mengelesaikan suatu persoalan atau sengketa dan menetapkan
hak atau hukumnya. Ini tidak berarti semata-mata hanya menetapkan hak atau
hukumnya saja, melainkan juga realisasi atau pelaksanaannya secara paksa.[12]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar