Sugeng Rawuh...

Kamis, 22 Maret 2012

HUKUM KELUARGA ISLAM INDONESIA


HUKUM KELUARGA ISLAM INDONESIA
Hukum Keluarga : hukum yang mengatur kehidupan keluarga, yang dimulai dari awal pembentukan keluarga (peminangan) sampai dengan berakhirnya keluarga (ada yang wafat atau terjadi perceraian), ternasuk masalah waris dan wakaf.
Tujuan ada hukum keluarga : untuk mengatur hubungan suami, istri dan anak.
Batasan keluarga : keluarga inti; hubungan antara bapak, ibu dan anak.
Cakupan hukum keluarga islam :
.1      Perkawinan®mulai peminangan,
.2      Perceraian®proses perceraian dan akibat-akibatnya,
.3      Pengasuhan dan pemeliharaan anak (hadanah),
.4      Perwalian dan pengampuan,
.5      Kekayaan keluara pasca perceraian®waris, wasiat, wakaf dan sejenisnya yang berkaitan dengan penerimaan dan atau pemberian harta.
Pembaharuan Hukum Keluarga
.1      Masa Orde Lama (selama masa kekuasaan Sukarno)
Peraturan Perundang-undangan, telah muncul sejak zaman penjajahan sampai sekarang. UU pertama tentang perkawinan yang lahir setelah merdeka pada masa orla adalah UU No.22 Tahun 1946 tentang Pencatatan nikah, talak dan rujuk untuk Jawa dan Madura. Lalu diperluas dengan UU No.32 tahun 1954 tentang pencatatan nikah, talak dan rujuk untuk luar Jawa dan Madura.

.2      Masa Orde Baru (selama masa kekeuasaan Suharto)
UU pertama lahir di masa orba adalah UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Bersamaan dengan lahirnya UU No.1 Thn 1974 melahirkan 2 PP, yaitu:
a.       PP No.9 Th 1975 tentang pelaksanaan UU No.1 Th 1974.
b.      Peraturan Menteri Agama dan Petunjuk MA RI.
Isi Peraturan Menteri Agama yang dikeluarkan tanggal 19 Juli 1975 ada 2, yaitu:
1)      Peraturan Menteri Agama No.3 Th 1975 tentang kewajiban pegawai pencatat nikah dan tata kerja Pengadilan Agama dalam melaksanakan Peraturan Perundang-undangan Perkawinan bagi yang beragama Islam.
2)      Peraturan Menteri Agama No.4 Th 1975 tentang contoh akta nikah, talak, cerai dan rujuk.
Isi Petunjuk MA RI adalah bahwa MA telah memberikan petunjuk kepada para Ketua/Hakim PN dan Ketua/Hakim Pengadilan Tinggi di seluruh Indonesia supaya terdapat keseragaman dalam pelaksanaan dan tafsiran UU perkawinan dan peraturan pelaksanaannya.
Bagi yang beragama selain Islam diatur dalam Keputusan Mendagri No.221a Th 1975 tentang Pencatatan Perkawinan dan Perceraianpada Kantor Capil.
Pada tahun 1983 lahir PP No.10 tentang izin perkawinan dan perceraian bagi PNS. Latar belakang munculnya PP No.10 Th 1983 adalah kasus yang terjadi tahun 1980, yaitu perilaku seorang pejabat neara yang menikahi tanpa mencatatkan (istri simpanan)wanita yang sebelumnya babysitter dari anak sang pejabat yang berakibat istri sang pejabat merasa tidak mempunyai perlindungan hukum.
Pada tahun 1990 keluar PP No.45 yang berisi perubahan PP No.10 Th 1983 yang isinya memuat beberapa pasal yang ada dalam PP No.10 Th 1983. Akhir tahun 1991 berhasil disusun Kompilasi Hukum Islam(KHI) di Indonesia mengenai perkawinan, pewarisan dan perwakafan. Tujuan penetapan KHI adalah penyatuan hukum(unifikasi), sebagai upaya untuk membuat ketetapan hakim sebagai ketetapan yang mempunyai kekuatan hukum sama dengan putusan Pengadilan Umum.

.3      Masa Reformasi (dari jatuhnya Suharto pada tanggal 21 Mei sampai sekarang).
Isu yang muncul pada masa ini adalah usulan mencabut PP No.10 Th 1983 yang muncul dari wanita muslimat Partai Bulan Bintang pada bulan Februari 1999 yang menginginkan diberlakukannya poligami tanpa membatasi sedemikian ketat. Tapi usulan itu tidak mendapat respon dari masyarakat.Tahun 2000 isu tersebut muncul kembali setelah ada pernyataan dari Menteri Negara pemberdayaan Perempuan bahwa  PP No.10 Th 1983 seharusnya dihapus dengan alasan bahwa masalah poligami menyangkut persoalan pribadi yang tidak perlu diatur negara. Namun, ibu negara Ny.Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid yang berpendapat bahwa PP No.10 Th 1983 bersifat melindungi kaum wanita.
Perdebatan masalah PP No.10 Th 1983 tersebut dapat dikelompokkan menjadi 5 kelompok:
1)      Kelompok yang menghendaki dihapus/dicabut dan membolehkan poligami sesuai yang diformasikan para ulama konvensional.
2)      Kelompok yang menghendaki dihapus dengan alasan masalah poligami adalah urusan pribadi yang tidak perlu diatur negara dan ada yang menamabahkan bahwa terbukti PP No.10 Th 1983 hanya melembagakan penindasan(opresi) negara.
3)      Menghendaki dicabut sebab terbukti tidak dapat melindungi wanita.
4)      Menghendaki dicabut sebab bersifat diskriminatif, hanyaberlaku bagi PNS padahal negara harus berdiri di atas semua olonan, agama dan etnik.
5)      Jumlahnya mayoritas berpendapat PP No.10 Th 1983 perlu dipertahankan dan bahkan direvisi.
Seiring dengan mencuatnya perdebatan masalah PP No.10 Th 1983, isu merevisi UU No.1 Th 1974 dan KHI sebagai UU pokok perkawinan ikut mendapat perhatian. Akhirnya, rancangan revisi terhadap KHI telah berhasil dirancang oleh tim yang dibentuk Depag RI yang akan menjadi hukum material di Peradilan Agama di bidang perkawinan.

DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. Khoirudin Nasution, MA.2007.Hukum Keluarga (Perdata) Islam Indonesia.Yogyakarta.ACAdeMIA+TAZZAFA.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar