HUKUM
KELUARGA ISLAM INDONESIA
Hukum
Keluarga : hukum yang mengatur kehidupan keluarga,
yang dimulai dari awal pembentukan keluarga (peminangan) sampai dengan
berakhirnya keluarga (ada yang wafat atau terjadi perceraian), ternasuk masalah
waris dan wakaf.
Tujuan
ada hukum keluarga : untuk mengatur hubungan suami, istri
dan anak.
Batasan
keluarga : keluarga inti; hubungan antara bapak, ibu dan anak.
Cakupan
hukum keluarga islam :
.1
Perkawinan®mulai
peminangan,
.2
Perceraian®proses
perceraian dan akibat-akibatnya,
.3
Pengasuhan dan pemeliharaan anak
(hadanah),
.4
Perwalian dan pengampuan,
.5
Kekayaan keluara pasca perceraian®waris, wasiat, wakaf dan sejenisnya yang
berkaitan dengan penerimaan dan atau pemberian harta.
Pembaharuan
Hukum Keluarga
.1
Masa Orde Lama (selama masa kekuasaan
Sukarno)
Peraturan
Perundang-undangan, telah muncul sejak zaman penjajahan sampai sekarang. UU
pertama tentang perkawinan yang lahir setelah merdeka pada masa orla adalah UU
No.22 Tahun 1946 tentang Pencatatan nikah, talak dan rujuk untuk Jawa dan
Madura. Lalu diperluas dengan UU No.32 tahun 1954 tentang pencatatan nikah,
talak dan rujuk untuk luar Jawa dan Madura.
.2
Masa Orde Baru (selama masa kekeuasaan
Suharto)
UU
pertama lahir di masa orba adalah UU No.1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Bersamaan dengan lahirnya UU No.1 Thn 1974 melahirkan 2 PP, yaitu:
a. PP
No.9 Th 1975 tentang pelaksanaan UU No.1 Th 1974.
b. Peraturan
Menteri Agama dan Petunjuk MA RI.
Isi
Peraturan Menteri Agama yang dikeluarkan tanggal 19 Juli 1975 ada 2, yaitu:
1) Peraturan
Menteri Agama No.3 Th 1975 tentang kewajiban pegawai pencatat nikah dan tata
kerja Pengadilan Agama dalam melaksanakan Peraturan Perundang-undangan
Perkawinan bagi yang beragama Islam.
2) Peraturan
Menteri Agama No.4 Th 1975 tentang contoh akta nikah, talak, cerai dan rujuk.
Isi
Petunjuk MA RI adalah bahwa MA telah memberikan petunjuk kepada para
Ketua/Hakim PN dan Ketua/Hakim Pengadilan Tinggi di seluruh Indonesia supaya
terdapat keseragaman dalam pelaksanaan dan tafsiran UU perkawinan dan peraturan
pelaksanaannya.
Bagi
yang beragama selain Islam diatur dalam Keputusan Mendagri No.221a Th 1975
tentang Pencatatan Perkawinan dan Perceraianpada Kantor Capil.
Pada
tahun 1983 lahir PP No.10 tentang izin perkawinan dan perceraian bagi PNS.
Latar belakang munculnya PP No.10 Th 1983 adalah kasus yang terjadi tahun 1980,
yaitu perilaku seorang pejabat neara yang menikahi tanpa mencatatkan (istri
simpanan)wanita yang sebelumnya babysitter dari anak sang pejabat yang
berakibat istri sang pejabat merasa tidak mempunyai perlindungan hukum.
Pada
tahun 1990 keluar PP No.45 yang berisi perubahan PP No.10 Th 1983 yang isinya
memuat beberapa pasal yang ada dalam PP No.10 Th 1983. Akhir tahun 1991
berhasil disusun Kompilasi Hukum Islam(KHI) di Indonesia mengenai perkawinan,
pewarisan dan perwakafan. Tujuan penetapan KHI adalah penyatuan
hukum(unifikasi), sebagai upaya untuk membuat ketetapan hakim sebagai ketetapan
yang mempunyai kekuatan hukum sama dengan putusan Pengadilan Umum.
.3
Masa Reformasi (dari jatuhnya Suharto
pada tanggal 21 Mei sampai sekarang).
Isu yang muncul pada
masa ini adalah usulan mencabut PP No.10 Th 1983 yang muncul dari wanita
muslimat Partai Bulan Bintang pada bulan Februari 1999 yang menginginkan
diberlakukannya poligami tanpa membatasi sedemikian ketat. Tapi usulan itu tidak
mendapat respon dari masyarakat.Tahun 2000 isu tersebut muncul kembali setelah
ada pernyataan dari Menteri Negara pemberdayaan Perempuan bahwa PP No.10 Th 1983 seharusnya dihapus dengan
alasan bahwa masalah poligami menyangkut persoalan pribadi yang tidak perlu
diatur negara. Namun, ibu negara Ny.Sinta Nuriyah Abdurrahman Wahid yang
berpendapat bahwa PP No.10 Th 1983 bersifat melindungi kaum wanita.
Perdebatan masalah PP
No.10 Th 1983 tersebut dapat dikelompokkan menjadi 5 kelompok:
1) Kelompok
yang menghendaki dihapus/dicabut dan membolehkan poligami sesuai yang
diformasikan para ulama konvensional.
2) Kelompok
yang menghendaki dihapus dengan alasan masalah poligami adalah urusan pribadi
yang tidak perlu diatur negara dan ada yang menamabahkan bahwa terbukti PP
No.10 Th 1983 hanya melembagakan penindasan(opresi) negara.
3) Menghendaki
dicabut sebab terbukti tidak dapat melindungi wanita.
4) Menghendaki
dicabut sebab bersifat diskriminatif, hanyaberlaku bagi PNS padahal negara
harus berdiri di atas semua olonan, agama dan etnik.
5) Jumlahnya
mayoritas berpendapat PP No.10 Th 1983 perlu dipertahankan dan bahkan direvisi.
Seiring dengan
mencuatnya perdebatan masalah PP No.10 Th 1983, isu merevisi UU No.1 Th 1974
dan KHI sebagai UU pokok perkawinan ikut mendapat perhatian. Akhirnya,
rancangan revisi terhadap KHI telah berhasil dirancang oleh tim yang dibentuk
Depag RI yang akan menjadi hukum material di Peradilan Agama di bidang
perkawinan.
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr. Khoirudin
Nasution, MA.2007.Hukum Keluarga (Perdata)
Islam Indonesia.Yogyakarta.ACAdeMIA+TAZZAFA.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar